Sabtu, 22 September 2007

FIQIH SHOUM RAMADHAN

DO’A SAAT SHAUM

Pada rangkaian ayat-ayat shiyam dalam QS. Al-Baqarah 183-187 ada terselip ayat 186. ayat tersebut dilihat tidak ada kaitan langsung dengan bab shiyam.

واذا سالك عبادي عني فاني قريب اجيب دعوة الداع اذا دعان فليستجيبوالى وليؤمنوا بى لعلهم يرشدون

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Ayat ini diturunkan berkaitan dengan pertanyaan seorang Arab gunung kepada Rasulullah Saw, “apakah Tuhan kita itu dekat? Saya akan merendahkan suara (munajat) kepada-Nya. Ataukah Dia jauh? Saya akan berseru (dengan suara keras) kepada-Nya. Rasulullah Saw diam sejenak, kemudian turunlah ayat ini. (Riwayat Ibnu Jarir at-Thabary).

Dari ayat diatas kita dapat fahami bahwa:

1. Berdo’a sangat dianjurkan saat-saat kita beribadah. Ibadah shaum adalah ibadah yang lama waktunya, sebaiknya kita banyak berdo’a kepada Allah;

2. Berdo’a itu harus dengan suara yang pelan (munajat), karena Allah itu maha dekat dan maha mendengar. Pada Q.S. 50 ayat 16 dijelaskan bahwa Allah itu lebih dekat dari urat leher hamba-Nya. Jadi sebelum seseorang mengutarakan maksudnya, Allah sudah mengetahuinya. Sebab itu haram hukumnya berdo’a dengan suara keras apalagi menggunakan pengeras suara;

3. Setiap do’a akan diijabah Allah. Sabda Rasulullah Saw, “tidak ada seorang muslim yang berdo’a dengan satu permintaan selama ia tidak berbuat dosa dan memutus shilaturrahim kecuali Allah akan mengabulkannya dengan tiga kemungkinan: a. disegerakan permintaannya, b. ditangguhkan diakhirat, c. dihindarkan dari bencana seukuran permintaannya. (HR. Ahmad).

4. Syarat dikabulkan do’a adalah memenuhi perintah Allah dan beriman kepada-Nya. Saat bulan Ramadlan kita sedang melaksanakan perintah Allah dan meningkatkan keimanan. Sepanjang hari dan malam tidak ada saat yang kosong dari ibadah. Barangkali itulah sebabnya ayat ini disimpan diantara ayat-ayat shiyam.

Pemahaman diatas dikuatkan pula oleh sabda Rasulullah Saw:

ثلاثة لاترد دعوتهم : الصائم حتى يفطر, والامام العادل, والمظلوم

“Ada tiga orang yang tidak akan ditolak do’anya; shaaim saat ia ifthar, imam yang adil, dan yang dianiaya”. (HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah).

Tetapi menurut Ibnu Majah dan Ibnu Sunni bahwa berdo’a itu dianjurkan saat ifthar, karena sabda Rasulullah Saw:

ان للصائم عند فطره دعوة ما ترد

”Sesungguhnya bagi orang-orang yang shaum, diwaktu ia berbuka tersedia do’a yang makbul”.

Adapun do’a yang dianjurkan adalah mendahulukan istighfar, istirham. Selanjutnya kita bisa berdo’a sesuai dengan kebutuhan dan dengan bahasa masing-masing. Adalah Abdullah bin Amr bin ‘Ash yang meriwayatkan hadits diatas, suka berdo’a saat ifthar:

اللهم انى اساْلك برحمتك التى وسعت كل شيء ان تغفرلى

Dan disaat berbuka Abdullah (bin Amr bin ‘Ash) mengucapkan dalam do’anya, “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuniku”. (Ibnu Majah)

Pada riwayat Abu Dawud, an-Nasaaiy, al-Hakim, dan al-Bayhaqiy, Rasulullah Saw berdo’a:

ذهب الظماْ, وابتلت الغروق, وثبت الناْجر ان شاء الله تعالى

“Tidak lenyap haus dahaga, telah basah urat-urat dan Insya Allah ditetapkan pahala”. Sedangkan do’a ALLAHUMMALAKASHUMTU WA ALA RIZQIKA AFTHATU dinyatakan mursal oleh Abu Dawud yang meriwayatkannya. Sekalipun mempunyai syahid tetapi masih diragukan keshahihannya. Sedangkan waktu sahur tidak ada do’a khusus atau bacaan tertentu, tidak ada pelafazhan niat.

Tidak ada komentar: